BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan Sosial Budaya Masyarakat
1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan sebuah negara yang terletak di bagian timur dunia, negara
yangbagian pulau-pulaunya termasuk dalam garis khatulistiwa berbatasan
dengan dua benua danjuga dua samudra dikatakan oleh dunia sebagai tempat
yang strategis untuk melakukankegiatan agraris dan maritim sehingga
tumbuhan-tumbuhan yang dapat memakmurkan dapattumbuh subur disana.
Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia memiliki beragamcorak
kebudayaan yang dimiliki oleh para penduduknya mulai dari bagia timur
sampaidengan bagian barat. Beragam kebudayaan tersebut semakin bercorak
lagi dengan kedatangan para pedagang-pedagang asing yang datang dari
Asia dan Eropa, adanyakemungkinan perubahan sosial dapat terjadi di
Indonesia, baik secara paksa ataupun kebudayaan tersebut dapat diterima
oleh masyarakat.
Untuk
menganalisa secara ilmiah tentang gejala-gejala dan kejadian sosila
budaya di masyarakat sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau
bergeser kita memrlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu
untuk menganalisa proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan serta
dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic).
1.2 Permasalahan
2.1 Proses Perubahan Sosial Budaya
2.2 Perubahan dan Fenomena Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Perubahan Sosial Budaya
Konsep-konsep
penting tersebut antara lain internalisasi (internalization) ,
sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation). Kemudian
ada juga evolusi kebudayaan (cultural evolution) yang mengamati
perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk yang sederhana hingga bentuk
yang semakin lama semakin kompleks. Serta juga ada difusi (diffusion)
yaiu penyebaran kebudayaan secara geografi, terbawa oleh perpindahan
bangsa-bangsa di muka bumi. Proses lain adalah proses belajar
unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu masyarakat, yaitu proses
akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Akhirnya ada
proses pemabahruan atau inovasi (innovation), yang berhubungan erat
dengan penemuan baru (discovery dan invention).
1. PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN SENDIRI
Proses
internalisasi, adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup individu,
yaitu mulai saaat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang
hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan,
hasrat, nafsu dan emosi yang membentuk kepribadiannya. Perasaan pertama
yang diaktifkan dalam kepribadian saat bayi dilahirkan adalah rasa puas
dan tak puas, yang menyebabkan ia menangis.
Proses sosialisasi, semua pola tindakan individu-individu yang menempati berbagai kedudukan dalam masyarakatnya yang
dikumpai seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sejak ia dilahirkan.
Para individu dalam masyarakat yang berbeda-beda juga mengalami proses
sosialisasi yang berbeda-beda, karena proses itu banyak ditentukan oleh
susunan kebudayaan serta lingkungan sosial yang bersangkutan. Penelitian
dilapangan telah dapat menghasilkan pengumpulan bahan mengenai adat
istiadat pengasuhan anak, kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual,
dan riwayat hidup yang rinci dari sejumlah individu.individu-individu
yang mengalami berbagai hambatan dalam proses internalisasi, sosialisasi
atau enkulturasinya, sehingga individu seperti itu mengalami kesukaran dalam menyesuaikan kepribadiannya dengan lingkungan sosial sekitarnya.
2. PROSES EVOLUSI SOSIAL
Proses
Mikroskopik dan Makroskopik Dalam Evolusi Sosial. Proses evolusi dapat
dianalisa secara mendetail(makroskopik) tetapi dapat dilihat secara
keseluruhan, dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan besar yang
telah terjadi(makroskopik). Proses evolusi sosial budaya secara
makroskopik yang terjadi dalam suatu jangka waktu yang panjang, dalam
antropologi disebut ”Proses-proses pemberi arah”, atau directional
proses.
Proses-proses
berulang dalam evolusi sosial budaya. Dalam antropologi, perhatian
terhadap proses-proses berulang dalam evolusi sosial budaya baru timbul
sekitar tahun 1920 bersama dengan perhatian terhadap individu dalam
masyarakat.
Dalam
meneliti masalah ketegangan antara adat istiadat yang berlaku dengan
kebutuhan yang dirasakan oleh beberapa individu dalam suatu masyarakat,
perlu diperhatikan dua konsep yang berbeda, yaitu (1) kebudayaan sebagai
kompleks dari komsep norma-norma, pandangan-pandangan, dan sebagainya,
yang bersifat abstrak (yaitu sistem budaya), dan (2) kebudayaan sebagai
serangkaian tindakan yang konkrit, dimana para individu saling
berinteraksi (yaitu sistem sosial). Kedua sistem tersebut sering saling
bertentangan, dan dengan mempelajari konflik-konfliks yang ada dalam
setiap masyarakat itulah dapat diperoleh pengertian mengenai dinamika
masyarakat pada umumnya.
3. PROSES DIFUSI
Penyebaran
manusia. Ilmu paleoantropologi memperkirakan bahwa makhluk manusia yang
pertama hidup didaerah sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Manusia
sekarang telah menduduki hampir seluruh muka bumi dengan berbagai jenis
lingkungan iklim yang berbeda-beda. Hal itu hanya mungkin terjadi dengan
proses pengembangbiakan, migrasi, serta adaptasi fisik dan sosial
budaya, yang berlangsung beratus ratus ribu tahun lamanya.
Penyebaran
unsur-unsur kebudayaan. Bersama dengan penyebaran dan migrasi
kelompok-kelompok manusia, turut tersebar pula berbagai unsur
kebudayaan. Sejarah dari proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang
disebut proses difusi itu merupakan salah satu objek penelitian ilmu
antropologi, terutama sub ilmu antropologi diakronik. Proses difusi dari
unsur-unsur kebudayaan antara lain diakibatkan oleh migrasi
bangsa-bangsa yang berpindah dari suatu tempat ketempat lajn dimuka
bumi.
Penyebaran
unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan
kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa, tetapi karena unsur-unsur
kebudayaan itu memang sengaja dibawa oleh individu-individu tertentu,
seperti para pedagang dan pelaut.
Bentuk
difusi yang terutama mendapat perhatian antropologi adalah penyebaran
unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan antara
individu-individu dari berbagai kelompok yang berbeda.
4. AKULTURASI DAN ASIMILASI
Akulturasi.
Proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan
asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu.
Kalau masalah-masalah mengenai akulturasi kita ringkas, akan tampak 5 golongan masalah, yaitu :
1. Masalah tentang metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
2. Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah dan tidak mudah diterima oleh suatu masyarakat.
3. Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan yang mudah dan tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing.
4. Masalah
mengenai jenis-jenis individu yang tidak menemui kesukaran dan cepat
diterima unsur kebudayaan asing, dan jenis-jenis individu yang sukar dan
lamban dalam menerimanya.
5. Masalah mengenai ketegangan-ketegangan serta krisis-krisis sosial yang muncul akibat akulturasi.
Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya memperhatikan beberapa hal, yaitu :
1. Keadaan sebelum proses akulturasi dimulai.
2. Para individu pembawa unsur-unsur kebudayaan asing.
3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsusr-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima.
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh.
5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.
Asimilasi.
Adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia
dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul
secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan
golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur
kebudayaan campuran.
Dari
berbagai proses asimilasi pernah diteliti, diketehui bahwa pergaulan
intensif saja belum tentu mengakibatkan terjadinya suatu proses
asimilasi, tanpa adanya toleransi dan simpati antara kedua golongan.
5. PEMBARUAN (INOVASI)
Inovasi
adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam,
energi, dan modal serta penataan kembali dari tenaga kerja dan
penggunaan teknologi baru, sehingga terbentuk suatu sistem produksi dari
produk-produk baru. Suatu proses inovasi tentu berkaitan penemuan baru dalam teknologi, yang biasanya merupakan suatu proses sosial yang melalui tahap discovery dan invension.
Pendorong
penemuan baru. Faktor-faktor yang menjadi pendorong bagi seorang
individu untuk memulai serta mengembangkan penemuan baru adalah (1)
kesadaran akan kekurangan dalam kebudayaan; (2) mutu dari keahlian dalam
suatu kebudayaan; (3) sistem perangsang bagi kegiatan mencipta.
Penemuan baru sering kali terjadi saat ada suatu krisis masyarakat, dan
suatu krisis terjadi karena banyak orang merasa tidak puas karena mereka
melihat kekurangan-kekurangan yang ada di sekelilingnya.
Dengan demikian proses inovasi itu merupakan suatu proses evolulusi juga. Bedanya ialah bahwa dalam proses inovasi para individu berperan secara aktif, sedangkan dalam proses evolusi para individu itu pasif, bahkan seringkali negatif.
2.2 Perubahan Dan Fenomena Sosial
Logis
sekali kalau contoh-contoh penerimaan per-ubahan paling besar bila
unsurperubahan itu merupakan akibat dari kebutuhan di dalam masyarakat
itu sendiri.Ini dapatmerupakan usaha suatu masyarakat, untuk beradaptasi
secara ekonomis dengan revolusiteknologi yang melanda seluruh dunia,
meskipun dampak perubahan itu mungkin terasadalam masyarakat
seluruhnya.Perubahan peranan wanita di Afrika, atau sebenamya juga
diAmerika Serikat, dapat dianggap sebagai contoh perubahan seperti
itu.Akan tetapi,perubahan sering dipaksakan dari luar kebudayaan,
biasanya oleh kolonialisme melaluipenaklukan.
Perubahan
kebudayaan selain terjadi karena adanya mekanisme perubahan sepertiyang
telah dijelaskan di atas, bisa juga terjadi karena adanya perubahan
secara paksa. Bentuk-bentuk perubahan kebudayaan secara paksa adalah
kolonialisme. Penaklukan, pemberontakandan revolusi. Kolonilasme dan
penaklukan biasanya ditandai oleh kemenangan militer
negarapenjajah/penakluk dan pemindahtanganan kekuasaan politik
tradisional ke tangankolonial/penakluk. Penduduk asli yang ditaklukkan
tidak mampu menolak perubahan yangdipaksakan. Kegiatan-kegiatan
tradisional di bidang ekonomi, politik, agama, sosial dibatasi
dan
dipaksa untuk melakukan kegiatan-kegiatan baru yang cenderung
mengisolasikanindividu dan merusak integrasi sosialnya. Perubahan
kebudayaan secara paksa melaluikolonialisme dan penaklukan terjadi pada
abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Politikkolonilalisme dikembangkan
oleh negara-negara, seperti Belanda, Portugal, Inggris, Perancis,Spanyol
dan Amerika serikat.Tidak mengherankan jika unsur-unsur budaya negara
penjajahsampai sekarang masih ditemukan dan diterapkan di negara-negara
bekas jajahan. Unsur-unsur bahasa, agama, system politik negara kolonial
dapat ditemukan di negara bekasjajahannya.
Apabila
kolonialisme dan penaklukan merupakan bentuk perubahan kebudayaansecara
paksa yang berasal dari luar, maka pemberontakan dan revolusi dapat
timbul daridalam masyarakat itu sendiri.Pemberontakan dan revolusi
muncul karena kondisi-kondisiyang dianggap kurang menguntungkan bagi
sebagian besar masyarakat. Kondisi yang dimaksud bisa berupa
ketidakadilan dalam distribusi (kekayaan/material dan
kekuasaan),munculnya perasaan benci pada kelompok yang dianggap sebagai
penindas dan hilangnyakepercayaan penguasa. Menurut Haviland (1988: 268)
terdapat lima kondisi sebagai pencetustimbulnya pemberontakan dan
revolusi, yaitu: (1) hilangnya kewibawaan pejabat-pejabatyang
kedudukan-nya mantap, sering sebagai kegagalan politik luar negeri,
kesulitankeuangan, pemecatan menteri yang popular, atau perubahan
kebijakan yang popular, (2)Bahaya terhadap kemajuan ekonomi yang baru
dicapai.Di Perancis dan Rusia, golonganpenduduk (golongan profesi dan
pekerja di kota-kota) yang nasib ekonominya mengalamiperbaikan
sebelumnya, tertimpa oleh kesulitan-kesulitan yang tidak terduga-duga,
sepertitajamnya kenaikan pangan dan pengangguran, (3) Ketidaktegasan
pemerintah, sepertikebijaksanaan yang tidak konsisten. Pemerintah yang
demikian itu kelihatannya sepertidikendalikan dan tidak mengendalikan
peristiwa, (4) Hilangnya dukungan dari kelascendekiawan. Kehilangan
seperti itu oleh pemerintah-pemerintah prarevolusi di Perencis danRusia
menyebab-kan pemerintah kehilangan dukungan falsafahnya, yang
menyebabkanmereka kehilangan popularitas di lingkungan cendekiawan, (5)
Pemimpin atau kelompokpemimpin yang memiliki kharisma cukup besar untuk
menggerakkan sebagian besar rakyat,melawan pemerintah.
Kelima
kondisi di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis
perubahankebudayaan melalui pemberontakan dan revolusi yang terjadi di
Indonesia pada tahun 1997-1998 (masa reformasi).Pada saat itu Presiden
Soeharto, kabinet serta kroninya sudahkehilangan kewibawaan di mata
rakyatnya, karena dianggap gagal membenahi persoalanekonomi politik yang
terjadi.Tingkat inflasi yang tinggi, korupsi, kolusi dan nepotisme
yangmerajalela mengakibatkan kehidupan rakyat semakin sengsara. Rakyat
semakin tidak percayadengan rezim orde baru. Kalangan cendekiawan dan
akademisi mulai mencabut dukungannyaserta menuntut untuk segera mundur.
Munculnya pemimpin-pemimpin informal yangkharismatik, seperti Amin Rais,
Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Hamengkubuwono Xyang memiliki pengaruh
besar untuk menggerakkan rakyat. Dimotori oleh gerakan mahasiswadan
didukung oleh pemimpin karismatik, akhirnya terjadilah perubahan
besar-besaran diIndonesia yang diawali dengan mundurnya Soeharto dari
jabatan Presiden pada 21 Mei 1998.
Salah
satu produk sampingan kolonialisme adalah tumbuhnya antropologi terapan
dandigunakannya teknik dan pengetahuan antropologi untuk keperluan
"praktis”.Dengandemikian, tidak salah bila antropologi Inggris sering
dipandang sebagai "hamba" politikkolonial negara tersebut, karena mereka
umumnya dipaksa menyediakan informasi yangberguna untuk tetap
mempertahankan kekuasaan pemerintahan kolonial di daerah jajahannya.Di
Amerika Serikat, para ahli antropologi dari abad-19 sangat mendambakan
kegunaandisiplin mereka, dan tidak jarang mereka turun tangan membantu
orang-orang IndianAmerika, tempat mereka bekerja. Awal abad ini, karya
Franz Boas, yang hampir seorang dirimelatih satu generasi ahli
antropologi di Amerika Serikat, telah membantu pemerintah untukmengubah
politik imigrasi negara tersebut.Dalam tahun 1930-an para ahli
antropologimenanggapi sejumlah studi yang dilakukan di lingkungan
industri dan lembaga-lembagalainnya, untuk tujuan-tujuan
terapan.Timbulnya Perang Dunia II timbullah pekerjaan-pekerjaan khusus
di bidang administrasi kolonial di luar perbatasan nenua
Amerika,khususnya di daerah Pasifik, yang dikerjakan oleh
pegawai-pegawai yang telah mendapatlatihan di bidang antropologi.
Timbulnya
kebangkitan orang-orang Jepang untuk melawan tentara sekutu
jugadisebabkan oleh pengaruh dari para ahli antropologi dalam menentukan
struktur pendudukanAmerika Serikat. Eksperimen-eksperimen Amerika Utara
yang dimaksudkan untuk memadu kebudayaan
kolonial dengan struktur pribumi dengan kekacauan yang sekecil mungkin,
jugatelah berhasil.Meskipun banyak di antara studi itu diakui memang
untuk kepentingan sandimiliter, akan tetapi itu semua juga bermanfaat
untuk program pengembangan ilmu pengetahuan.
Akan
tetapi, seperti yang tercermin dalam beberapa kepustakaan awal
tentanghubungan antara bangsa-bangsa Eropa dengan kelompok-kelompok
penduduk asli, tidakmengandung pengertian antropologis dan sering tidak
ada perikemanusiaan samasekali.Pertemuan antara kolonialis dengan
penduduk pribumi di beberapa tempat seringmengakibatkan kematian
besar-besaran, kesengsaraan yang memilukan, dan keruntuhankomunitas atau
yang lebih dikenal sebagai "kerusakan kebudayaan" (culture
crash).Keruntuhan tradisi komunitas seperti di atas yang ditandai dengan
terjadinya khaos atauketidakstabilan sosial dan kecemasan setiap
individu, sering diikuti dengan terjadinyapendudukan kolonial.Ini
samasekali tidak berarti, bahwa masyarakat tradisional itu tidakmengenal
bentrokan sebelum berhubungan dengan peradaban lain, tetapi berarti
bahwapertentangan-pertentangan tersebut dapat diatasi melalui
lembaga-lembaga kebudayaanya.
Kebudayaan
asli pada awal-awal terjadinya pendudu-kan umumnya berantakan,karena
lembaga-lembaga tradisional yang diciptakan untuk mengatasi ketegangan
ataupertentangan diantara masyarakat pendukung sebuah kebudayaan tidak
diperbolehkan olehpara penguasa kolonial untuk menangani perubahan baru
yang cepat dan tidak padatempatnya dalam konteks sistem tradisional
itu.Perubahan yang terlalu cepat dalam sistemnilai, misalnya,
menyebabkan bagian-bagian lain dari kebudayaan menjadi ketinggalan.
Kadang-kadang
penduduk pribumi memperlihatkan kekuatan dan daya tahan yangbesar dalam
menghadapi dominasi Eropa, dimana mereka menemukan dan melakukan
cara-cara yang kreatif dan cerdik untuk mengkounternya.Penduduk yang
dimaksud orang-orangTrobriand yang berada di bawah pemerintahan kolonial
Inggris. Para misionaris suatu ketikamemperkenalkan sebuah permainan
tradisional Inggris bernama “cricket” kepada masyarakatTrobriand yang
menjadi daerah jajahan negaranya. Akan tetapi, semua penduduk
berusahadan sepakat untuk membendung masuknya permainan Inggris secara
utuh denganmenjadikannya sebagai suatu pertandingan yang benar-benar
bersifat Trobriand.Tidak"primitif" dan juga tidak terlalu sesuai dengan
bentuk aslinya di Inggris.Cr icket ala Trobriand
yang
kreatif ini disejajarkan dengan kegiatan-kegiatan yang khas, yang tetap
mempertahankanpentingnya pandangan-pandangan pokok dalam kebudayaan
pribumi itu.Semua orang yangberkepentingan dengan permainan itu
kelihatan gembira dan bangga, dan para pemainnyasama semangatnya untuk
memamerkan siapakah diantara mereka itu mampu mencetak nilai.Mulai dari
mengecat mukanya sebagai tanda persiapan untuk bermain, nyanyian tim
yangmembawakan lagu-lagu yang bernada "kasar", tari-tarian rombongan
yang saling memberisemangat, tidak dapat diragukan lagi, bahwa setiap
pemain bermain demi kepentingannyasendiri, demi kemasyhuran timnya, dan
demi ratusan gadis-gadis cantik yang biasanyamenonton pertandingan itu.
Kasus-kasus
akulturasi yang paling ekstrim biasanya terjadi sebagai akibat dari
kemenangan militer dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional ke
tangan parapenakluk, yang tidak mengetahui apa-apa tentang kebudayaan
yang mereka kuasai.Rakyatpribumi, yang tidak mampu menolak
perubahan-perubahan yang dipaksakan, karena kegiatan-kegiatan
tradisional mereka di bidan sosial, agama dan ekonomi juga turut
dibatasi, sehinggamereka dengan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan
baru yang cenderung mengisolasikanindividu dan mengoyak-koyak integrasi
sosialnya.Sistem perbudakan di Amerika Serikatpada masa kolonialnya,
merupakan contoh yang paling terkenal, yang memberi penjelasantentang
masalah hubungan antar-ras yang dahulu dikemas dalam istilah
"inferioritas rasial."Perlu juga saya kemukakan di sini, bahwa sistem
perbudakan yang terjadi di Amerika padaawalnya tidak hanya terjadi di
Amerika Serikat saja, tetapi juga hingga ke negara-negarabagian, seperti
di daerah-daerah perkebunan di Kepulauan Karibia dan di
daerah-daerahpantai Amerika Selatan hingga ke bagian tenggara Amerika
Serikat.Masaah-masalah rasialyang diwarisi Amerika Serikat dari zaman
perbudakan itu juga terdapat di daerah-daerahAmerika yang pernah
menjalankan praktek-praktek perbudakan.
3.1 Kesimpulan
Masyarakat
manusia di manapun tempatnya pasti mendambakan kemajuan danpeningkatan
kesejahteraan yang optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan
hasiltali temali antara lingkungan alam, lingkungan sosial serta
karakteristik individu.. Perjalanan panjang dalam rentangan periode
kesejarahan telah mengajak masyarakat manusia menelusuri
hakikatkehidupan dan tata cara kehidupan yang berkembang pesat hidup.
Ruang gerak perubahan itupun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok
terkecil seperti keluarga sampai pada kejadian yang paling lengkap
mencakup tarikan kekuatan kelembagaan dalam masyarakat.
Perubahan
sosial adalah suatu proses yang luas,lengkap yang mencakup suatu
tatanan kehidupan manusia. Perubahan sosial akan mempengaruhi segala
aktivitas maupun orientasi pendidikan yang berlangsung. Sebagai bagian
dari pranata sosial, tentunya pendidikan akan ikut terjaring dalam
hukum-hukum perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
Sebaliknya, pendidikansebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan
segala pengetahuan tentunya menjadiagen penting yang ikut menentukan
perubahan sosial masyarakat ke depan.sumber:nirwan-oktavianto.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar