Wednesday, November 05, 2008
EKOSENTRISME
Oleh: Wilson M.A. Therik
Pengertian
Ekosentrisme
merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme (teori
ini menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan
berharga pada dirinya sendiri). Sebagai kelanjutan, ekosentrisme sering
disamakan begitu saja dengan biosentrisme, karena adanya banyak kesamaan
di antara kedua teori ini. Kedua teori ini mendobrak cara pandang
antroposentrisme (teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai
pusat dari sistem alam semesta) yang membatasi keberlakuan etika hanya
pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk
mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, etika diperluas
iuntuk mencakup komunitas biosentrisme. Sementara pada ekosentrisme
etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya.
Jadi
berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan etika pada
biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan
etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang
tidak. Secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya
saling terkait satu sama lain.
Ekosentrisme
Salah satu versi teori
ekosentrisme ini adalah teori etika lingkungan yang sekarang ini
populer di kenal sebagai Deep Ecology (DE). DE menuntut suatu etika baru
yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup
seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan
hidup. DE tidak mengubah sama sekali hubungan antara manusia dengan
manusia. Yang baru dari DE adalah, pertama, manusia dan kepentingannya
bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia bukan lagi
pusat dari dunia moral. DE justru memusatkan perhatian kepada semua
spesies termasuk spesies bukan manusia. Singkatnya, biosphere
seluruhnya. Demikian pula, DE tidak hanya memusatkan perhatian pada
kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang. Maka, prinsip moral
yang dikembangkan DE menyangkut kepentingan seluruh komunitas ekologis.
Kedua,
bahwa etika lingkungan hidup yang dikembangkan DE dirancang sebagai
sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip
moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret.
DE menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari
sekedar sesuatu yang instrumental dan ekspresionis sebagaimana
ditemukan pada antroposentrisme dan biosentrisme. DE menuntut suatu
pemahaman yang baru tentang relasi etis yang ada dalam semesta ini
disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru
tersebut, yang kemudian diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di
lapangan.
Ekosentrisme dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Hakekat
pembangunan adalah pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan
mencakup: pertama, kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan,
dan lain-lain; kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman,
rasa keadilan, rasa sehat; dan ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh
rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial.
Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka uraian pada bagian ini
lebih memberat kepada ekosentrisme dan pembangunan berwawasan lingkungan
(termasuk sumber alam).
Jika lingkungan Indonesia sekarang
dibandingkan dengan 30 Tahun yang lalu, secara terasa ada perbedaan
menyolok. Pembangunan telah membawa kemajuan besar. Di samping itu
terjadi juga perubahan lingkungan. 1) Kota dan desa lebih padat dan
kotor; 2) mobil dan sepeda motor lebih banyak dan lebih bising; 3) pohon
rindang dan kicauan burung sudah berkurang; 4) hutan semakin sempit dan
gunung-bukit semakin gundul; 5) tanah kering beralang-alang semakin
luas; 6) musim kemarau lebih panas dan musim hujan lebih banyak banjir
sehingga hati terasa senang bercampur cemas. Hati senang melihat
pembangunan membawa kemajuan. Tapi hati cemas melihat lingkungan hidup
terganggu.
Bagaimanakah menjelaskan perkembangan ini, dan apakah yang
bisa diperbuat untuk mengatasinya? Berbagai gangguan lingkungan hidup
ini mempunyai satu ciri sama, yaitu bahwa manusialah penyebab utama
timbulnya bencana ini. Sungai, gunung, harimau, gajah, ikan dan
lain-lain isi lingkungan alam, sudah lama berkelanjutan (sustainable)
tanpa gangguan yang berarti. Namun setelah manusia muncul mengolah
sumber alam tanpa mengendalikan pengaruh negatifnya kepada lingkungan
sehingga merusak alam dan mengusik lingkungan pemukiman binatang maka
alam bereaksi kembali.
Masalah sekarang ialah, bagaimana menumbuhkan
kesadaran lingkungan manusia supaya pengolahan sumber alam bagi
pembangunan dapat dilakukan sejalan dengan pengembangan lingkungan,
bagaimana menyebarluaskan penghayatan dan penglibatan manusia pada
proses pembangunan tanpa kerusakan lingkungan. Dan bagaimana menumbuhkan
di kalangan masyarakat lua penglihatan dan orientasi pembangunan dengan
pengembangan lingkungan. Untuk itu perlu ditelusuri pokok-pokok masalah
lingkungan untuk kemudian menjajaki kemungkinan peran serta masyarakat
umum dalam menanggapi masalah lingkungan ini. Teori ekosentrisme (DE)
adalah salah satu jawaban.
Ada beberapa prinsip yang dianut oleh DE,
antara lain adalah biospheric egalitarianism – in principle, yaitu
pengakuan bahwa semua organisme dan makhluk hidup adalah anggota yang
sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai
martabat yang sama. Pengakuan ini menunjukan adanya sikap hormat
terhadap semua cara dan bentuk kehidupan alam semesta. Ini menyangkut
suatu pengakuan dan penghargaan terhadap “hak yang sama untuk hidup dan
berkembang”, yang tidak hanya berlaku bagi semua makhluk hayati tetapi
juga bagi yang non-hayati.
Dengan prinsip ini sekaligus mau dikatakan
bahwa nilai sebuah benda di alam semesta ini tidak hanya berkaitan
dengan kebutuhan atau kepentingan manusia. Prinsip ini mengacu pada
pengakuan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini harus dihargai karena
mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Manusia hanya salah satu bentuk
kehidupan yang pada prinsipnya sama kedudukannya dalam tatanan ekologis
dengan semua bentuk kehidupan lain. Bahwa semua bentuk kehidupan
mempunyai keunikan sendiri-sendiri termasuk manusia itu justru
memperkaya kehidupan dan bukan dimaksudkan yang satu lebih tinggi dan
bernilai sehingga mendominasi yang lain.
Kesimpulan
Etika dan
gerakan lingkungan yang ditawarkan oleh Teori Ekosentrisme memang
menarik. Harus kita akui bahwa ini tidak mudah, karena menyangkut
pekerjaan besar mengubah mental dan perilaku individu dan juga
masyarakat dunia. Yang dihadapi adalah tembok kecenderungan materialisme
dengan pola produksi dan konsumsi yang sedemikian eksesif. Ideologi
developmentalisme begitu kuat berurat berakar, tidak hanya dalam
pemikiran dan cara berpikir ekonom, termasuk ekonom Indonesia yang
begitu menentukan seluruh kebijakan pembangunan di negara ini, melainkan
juga tertanam kuat dan merasuki mental dan gaya hidup masyarakat
modern. Susahnya lagi, ideologi dan gaya hidup developmentalisme di
negara-negara maju justru ditiru begitu saja oleh negara-negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia, karena dianggap sebagai satu-satunya
cara untuk mengejar ketertingalannya dari negara maju. Atau, paling
kurang untuk membebaskan masyarakat dari segala bentuk keterbelakangan.
Dengan
ini saya ingin mengatakan bahwa tantangan kita untuk menyelematkan
lingkungan masih sangat besar. Masih membutuhkan energi dan waktu yang
lama. Mengubah gaya hidup dan perilaku manusia membutuhkan waktu yang
lama. Sementara itu, kerusakan lingkungan terjadi terjadi dengan laju
yang semakin cepat. Maka, hanya ada dua pilihan: kita dan anak cucu kita
akan hancur, atau kita berubah sekarang ini juga. Dengan demikian DE
menjadi sebuah alternatif yang menarik. Suatu alternatif untuk melakukan
gerakan penyelamatan lingkungan secara bersama-sama dengan mengubah
cara berpikir, gaya hidup dan perilaku individu, masyarakat dan
kebijakan politik dan ekonomi.
Tulisan ini merupakan tugas matakuliah
Filsafat Pembangunan Berkelanjutan yang diasuh oleh Prof.Dr.Ir. Liek
Wilardjo, M.Sc,Ph.D,D.Sc pada Program Studi Doktor Studi Pembangunan,
Program Pascasarjana-Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar