Dibalik kelemahan tersimpan kekuatan. Demikian hukum kesetimbangan menyatakan. Dengan hukum itu kita percaya bahwa kekuatan kita justru terletak pada kelemahan yang kita miliki. Makanya dalam sebuah wawancara kadang ditanya apa kelemahan kita. Sang pewawancara tidak terlampu ingin tahu apa sebenarnya kelemahan itu. Dia justru ingin tahu cara kita menyikapi kelemahan yang kita miliki, lalu bagaimana kita mengubahnya menjadi kekuatan. Keterampilan memahami kelemahan dan mengubahnya menjadi kekuatan ini bukan hanya cocok dalam proses wawancara, melainkan dalam cara kita menjalani kehidupan kita. Jadi, sudahkah Anda memahami kelemahan terbesar Anda? Dan sudahkah Anda mengubahnya menjadi kekuatan?
Sebagai
pribadi, Anda dan saya mempunyai kelemahan masing-masing. Mungkin
kelemahan yang sama. Mungkin juga berbeda. Namun sebagai sesama
manusia; saya, Anda dan mereka mempunyai common weaknesses atau
kelemahan umum yang dimiliki oleh semua umat manusia. Kelemahan manusia
ditandai dengan adanya hal-hal yang tidak bisa dilakukannya. Namun
jika kita bisa mengubah semua kelemahan itu menjadi kekuatan, maka
kita bisa menampilkan diri sebagai ‘mahluk sempurna’. Bagi Anda yang
tertarik menemani saya belajar mengubah kelemahan menjadi kekuatan;
saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:
1. Manusia tidak bisa selamanya melakukan kesalahan.
Jika kita dituntut untuk terus melakukan kesalahan, pasti kita tidak
akan bisa. Mengapa? Karena dalam proses penciptaan kita, Tuhan telah
mengilhamkan kebaikan dan keburukan sebagai satu paket yang utuh.
Meskipun kita berusaha keras untuk terus melakukan kesalahan itu, tetapi
hati kita akan selalu mengingatkan untuk tidak melakukannya. Anda
tidak akan mungkin melakukan kesalahan terus secara sempurna. Karena
hati Anda akan selalu mengingatkan untuk melakukan tindakan dalam
koridor kebenaran. Guru kehidupan saya mengingatkan; ‘maka beruntunglah
orang-orang yang rajin membersihkan jiwanya. Dan rugilah orang-orang
yang terus menerus mengotorinya’. Sebagai manusia sempurna, ukuran
nilai diri kita ditentukan oleh tindakan mana yang paling banyak kita
lakukan. Kesalahan-kah? Atau kebenaran? Namun jika ingin menjadi orang
yang beruntung, maka kita butuh melakukan lebih banyak tindakan
berisi kebenaran. Karena kebenaran membawa jiwa kita kedalam kesucian.
2. Manusia tidak bisa hanya disuruh-suruh saja.
Office boy kadang disebut juga sebagai ‘pesuruh’. Ada seorang
‘pesuruh’ yang mengajari saya dengan baik fakta bahwa manusia itu
memang tidak bisa disuruh-suruh. Sang ‘pesuruh’ ini selalu mempunyai
argumen bagi orang yang menyuruhnya sehingga dia tidak selalu
benar-benar menjadi ‘pesuruh’. Misalnya, jika seseorang menyuruhnya
membeli nasi goreng bisa saja dia datang dengan nasi padang. Jika sang
‘penyuruh’ protes, maka sang pesuruh ini dengan ringannya
mengatakan;”Susah cari nasi goreng siang-siang, Bu. Lagian tidak sehat
kalau Ibu makan nasi goreng siang-siang….” Fakta bahwa manusia
mempunyai ‘will’ atau kehendak menunjukkan bahwa Tuhan memang tidak
menciptakan kita untuk menjadi mahluk yang hanya disuruh-suruh. Kita
adalah mahluk dengan inisiatif. Makanya, jika kita masih harus
disuruh-suruh; mungkin kita belum menjadi manusia secara utuh. Karena
manusia yang utuh, tidak bisa hanya disuruh-suruh.
3. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari rasa cinta.
Bisakah Anda menyebut nama seorang manusia yang hidupnya tidak
mengenal rasa cinta? Cinta kepada sesama manusia. Cinta kepada harta.
Cinta kepada pangkat dan jabatan. Cinta kepada benda-benda. Tidak ada
manusia yang tidak punya rasa cinta, bukan? Hal ini menunjukkan bahwa
cetak biru penciptaan manusia sudah memasukkan unsur cinta kedalamnya
sehingga kita membutuhkan penyaluran rasa cinta itu. Yang perlu kita
pelajari adalah bagaimana, kepada siapa dan seberapa banyak kita
mencurahkan perasaan cinta itu. Jika penyaluran rasa cinta itu
tersumbat, maka hidup kita akan terasa hampa. Sebaliknya dengan
penempatan rasa cinta yang tepat, maka hidup kita akan semakin terasa
indah dan penuh warna. Mengapa? Karena siapapun kita, tidak akan pernah
bisa melepaskan diri dari rasa cinta.
4. Manusia tidak bisa lepas dari ketergantungan kepada orang lain.
Sebutkan satu saja kebutuhan hidup Anda yang bisa dipenuhi oleh diri
Anda sendiri. Tidak ada. Hidup kita dikelilingi oleh benda-benda atau
hal-hal yang disediakan oleh orang lain. Saya? Bagaimana mungkin bisa
bersemangat untuk menulis jika tidak ada orang-orang seperti Anda yang
berkenan membacanya. Anda? Tidak mungkin bisa memperoleh pakaian
indah yang saat ini sedang Anda kenakan jika tidak ada petani kapas,
buruh pabrik tenun, tukang jahit dan orang-orang tak dikenal lainnya
yang berkontribusi kepada kenyamanan hidup Anda. Nasi yang kita makan.
Bis yang kita tumpangi. Kursi yang kita duduki. Jabatan yang kita
sandang. Semuanya ada karena keterlibatan orang lain. Tanpa mereka
sungguh, kita menjadi tidak berdaya. Mengapa? Karena sebagai manusia,
kita tidak bisa lepas dari ketergantungan kepada orang lain.
5. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan.
Kita memang mengenal istilah ‘atheis’ atau orang-orang yang pada masa
jayanya mempertanyakan keberadaan Tuhan. Namun, sejarah mencatatkan
bahwa Hitler sang diktator zaman modern paling berkuasa pun mengakhiri
hidupnya karena akhirnya dia mengakui bahwa ada kekuatan mutlak lain
yang kekuasaannya bukan sekedar menyaingi dirinya, melainkan meliputi
seluruh jagat raya. Sejarah juga mencatatkan bahwa Fir’aun sang
diktator zaman klasik yang mengejar Musa pun akhirnya mengakui
keberadaan Tuhan tepat ketika gelombang laut melibas, menghempas, dan
menenggelamkan dirinya. Ketika sedang berada dalam kesulitan, Anda
bergumam;”Ya Tuhan…..” Meskipun ketika sedang bahagia kita sering lupa
kepada Tuhan, tetapi ada saat dimana hati kita kembali mengingatkan
bahwa kita, tidak bisa melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan.
Uraian
diatas hanya membahas kelemahan manusia secara kolektif. Kelemahan
kita sebagai individu? Biarkan kita masing-masing yang menelusurinya.
Kita bisa mengingkari semua kelemahan yang kita miliki. Namun, kita
juga bisa memilih untuk mengakui, memahami, dan menerima kelemahan itu
sejujurnya. Kemudian mengubahnya menjadi kekuatan yang bisa
meningkatkan nilai diri kita sendiri. Karena makna kesempurnaan manusia
terletak pada kombinasi antara apa yang dimilikinya, dan apa yang
tidak dimilikinya. Maka bersyukurlah atas apa yang kita miliki. Dan
bersyukurlah atas apa yang tidak kita miliki. Karena kedua kutub itulah
yang menjadikan kita manusia seutuhnya. Alhamdulillah.
www.suakailmu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar